Yuk Biasakan Habiskan Makananmu Saat Makan di Resto - Sekitar 2 tahun yang lalu, saya sekeluarga staycation di Clove Garden Hotel di Bandung. Saat hendak sarapan, saya membaca informasi di pintu masuk resto yang membuat perasaan menjadi gak keruan.
"Sisa makanan yang terbuang kemarin sebanyak 9,40 kg". Begitu informasi yang saya baca pagi itu. Sedih gak? Sedih gak? Ya sedih, lah! Masa' enggak!
Gara-gara lihat pengumuman itu, saya jadi celingukan sana-sini. Bukan sekadar untuk melihat berbagai makanan dan minuman yang lumayan beragam. Tetapi, diam-diam bersikap menjadi pengamat dadakan. Mengamati para tamu yang sedang makan. Sambil berharap jangan sampai ada makanan yang terbuang lagi.
9,40 kg bukanlah jumlah yang sedikit, lho. Saya cukup yakin yang terbuang itu tidak hanya tulang-belulang ayam atau duri ikan yang memang tidak mungkin untuk dihabiskan. Tetapi, ada sisa-sisa makanan yang terbuang sia-sia.
Memangnya sisa makanan itu langsung terbuang begitu aja? Gak diolah lagi untuk pupuk atau makanan ternak?
Sejujurnya, saya tidak bertanya perihal ini ke pihak hotel maupun restonya. Tetapi, setelah itu saya membaca beberapa tulisan tentang sampah makanan. Indonesia ternyata sudah darurat untuk hal ini. Memang benar kalau sampah makanan bisa diolah kembali. Tetapi, bila sampai berlebihan jumlahnya? Justru sanget berbahaya bagi kehidupan manusia.
Alasan Orang Tidak Menghabiskan Makanan Saat di Resto
Perilaku food waste bisa terjadi di mana pun. Di rumah, resto, cafe, warung makan, hingga kondangan. Tetapi, di artikel ini, saya akan membahas tentang kebiasaan makan di resto/cafe/warung makan/food court. Terutama tentang kebiasaan tidak menghabiskan makanan.
Ketika makan di rumah makan, beberapa kali melihat pelanggan tidak menghabiskan makanannya. Inginnya sih berkata, "bukan urusan saya. Tetapi, rasanya sedih juga. Di luar sana masih banyak masyarakat yang untuk makan layak aja sulit karena terkendala biaya.
Apa sih alasan seseorang tidak menghabiskan makanannya?
Porsinya Terlalu Besar
Beberapa resto memang membuat porsi yang lumayan besar. Bahkan bagi saya pribadi, porsi biasa pun sudah bisa bikin kenyang banget.
Biasanya saya siasati dengan makan secara perlahan. Kalau makan terburu-buru memang jadi cepat begah. Pernah juga hanya memilih 1 porsi untu dimakan berdua dengan suami. Bukan karena alasan romantis. Tetapi, memang porsinya yang besar. Sayang banget kalau sampai gak habis.
Ketika anak-anak masih kecil, terkadang makanan yang dipilih porsinya lumayan besar untuk perut mereka. Nah, biasanya kami tidak membiarkan setiap orang memilih masing-masing menu. Mending pesan dulu secukupnya, kemudian minta piring kosong tambahan.
Kami pun punya aturan 'tidak boleh memesan makanan penutup, bila tidak menghabiskan makanan utama'. Biasanya anak-anak akan semangat menghabiskan makanannya. Karena setelah itu bisa memilih es krim atau makanan penutup lain yang mereka suka. Seringnya sih makannya berbarengan karena perut mereka sudah kenyang dengan menu utama.
Tidak Suka dengan Rasa Makanannya
Bicara rasa memang tentang selera. Makanya gak bisa didebatkan. Menurut saya enak, belum tentu bagi yang lain. Begitu pun sebaliknya.
Tetapi, sebaiknya jangan sampai dijadikan alasan untuk tidak menghabiskan makanan, deh. Kecuali, makanan yang disajikan memang sudah tidak layak dikonsumsi. Misalnya, rasanya gak segar.
Solusinya kurang lebih sama dengan di atas. Terutama bila Sahabat KeNai ke resto yang baru pertama kali didatangi dan belum tau rasanya. Pilih menu yang kira-kira bakal kita sukai. Setidaknya kalau rasanya gak sesuai dengan ekspektasi, masih mau menghabiskan.
Jangan pilih menu yang sudah pasti Sahabat KeNai gak suka. Misalnya, gak suka menu ikan. Maka, jangan dipesan hanya karena menu tersebut yang paling banyak direkomendasikan.
Menghabiskan Makanan Dianggap Kelaparan
Beberapa waktu lalu, saya sempat melihat caption yang lumayan ramai di medsos. Ada netizen yang cerita kalau dia dianggap oleh temannya punya kelakukan yang malu-maluin karena selalu menghabiskan makanan. Katanya kelakuannya itu sama aja kayak orang kelaparan. Baca beberapa komen netizen lain, juga ternyata memang ada orang-orang yang berpikir seperti itu.
Hadeuuuhh! Kita makan kan memang karena lapar. Kenapa juga harus dianggap malu-maluin bila menghabiskan makanan yang dipesan?
Malah bagus, dong. Artinya makanan yang disajikan itu enak. Pemilik resto hingga para karyawannya pasti senang kalau ada pelanggan yang puas. Lagipula dengan menghabiskan makanan berarti tidak meninggalkan sampah
“Throwing away food is like stealing from the table of those who are poor and hungry,” Pope Francis
Sekadar Ikut-Ikutan
"Udah tau gak bakal suka. Kok, tetap dibeli?"
"Biar kekinian, lah. Biar dapat banyak like!"
Sekarang ini sudah gak aneh kalau ada resto atau tempat makan mana pun yang sedang viral di media sosial kemudian didatangi banyak sekali pembeli. Bahkan bisa sampai mengular panjang dan mereka rela antre hingga lama.
Tetapi, terkadang ada yang sekadar ikutan. Misalnya, tidak menyukai roti, tetapi rela antre demi mendapatkan sepotong roti yang sedang kekinian. Setelah dapat kuliner yang diinginkan, langsung foto dan publish di medsos. Padahal, makanannya cuma diicip sedikit, setelah itu dibuang. Sayang banget, kan? Hanya demi konten.
Merasa Sudah Bayar
"Gak mungkin lah petani, pemilik resto, atau siapa pun itu dirugikan. 'Kan makakanannya udah dibayar."
Adakah yang berpikir seperti itu? Ada.
Pendapat seperti ini jelas tidak tepat. Makanan dan minuman yang dipesan memang sudah dibayar bukan jadi alasan bebas untuk tidak menghabiskan makanan.
Beberapa kali saya lihat pemandangan menyedihkan ketika sedang makan di resto dengan konsep All You Can Eat (AYCE) atau saat sarapan di hotel. Merasa sudah bayar dan bisa makan sepuasnya, mengambil porsinya juga gak kira-kira.
Ya gak apa-apa kalau kemudian dihabiskan. Tetapi, beberapa orang memilih tidak menghabiskannya dengan banyak alasannya. Sedihnya malah ambil menu lain, meski pun makanan yang tersisa di piring masih banyak.
Jadi bijak-bijaklah mengambil porsi makanan. Ukur kemampuan perut masing-masing. Semakin banyak pilihan makanan enak yang ingin dicoba, jangan langsung ambil dalam porsi besar.
Bila makan di resto yang bukan AYCE, jangan sungkan-sungkan minta dibungkus kalau memang sudah tidak mampu menghabiskan. Biasanya resto mau kok bantuin ngebungkusin. Lagian daripada sisa makanan dibuang begitu aja. Kalau dibawa pulang 'kan bisa dimakan lagi.
Sampah Makanan Bukanlah Masalah Sepele
Sumber infografis: https://foodsustainability.eiu.com/food-loss-and-waste/
Berdasarkan fasenya, sampah makanan terbagi menjadi 2 yaitu food loss dan food waste. Kedua istilah ini sepintas terlihat sama, tetapi sebetulnya berbeda. Food loss adalah kehilangan pangan yang terjadi pada proses produksi, distribusi, dan pengolahan. Sedangkan, fodd waste terjadi di tingkat konsumen. Lebih kepada perilaku konsumen untuk menghargai makanan.
Sangat ironis ketika mengetahui kalau Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah makanan. Di sisi lain, masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami kelaparan.
Ironis juga ketika hidup sehat mulai menjadi lifestyle dan salah satunya adalah dengan mengkonsumsi healthy food. Tetapi, masih memiliki kebiasaan tidak menghabiskan makanan. Akhirnya food waste ini juga akan mengganggu kesehatanmu.
Ketika membaca info ada sekitar 9,40 kg makanan yang terbuang, saya langsung berpikir, "dengan jumlah sebanyak itu, kira-kira bisa memberi makan berapa banyak orang?" Apalagi kalau sampai 300 kg per orang per tahun!
sumber infografis: https://www.qsquared.com.mt/the-food-waste-iceberg/
Semakin banyak jumlah makanan yang dikonsumsi, maka semakin luas jumlah lahan yang dibutuhkan untuk pertanian atau peternakan. Perluasan lahan ini salah satunya dengan cara mengurangi luas hutan. Jumlah air yang digunakan untuk menanam bahan pangan, konsumsi ternak, hingga pengolahan bahan makanan pun semakin banyak. Kemudian kita menyia-nyiakannya dengan membuang makanan?
Tidak semua sisa makanan bisa diolah kembali. Pembusukan sampah makanan akan menghasilkan gas metana. Semakin banyak jumlah sampah makanan, semakin banyak pula gas yang dihasilkan. Bisa mempercepat efek rumah kaca. Gas metana bisa mempertipis lapisan ozon. Bumi pun menjadi semakin meningkat suhunya.
Jadi jelas ya kalau permasalahan food waste bukan lah hal sepele. Gunung es sampah makanan bila tidak diselesaikan bisa membuat rugi perekonomian negara. Masyarakat pun akan terkena imbasnya, termasuk untuk aspek kesehatan.
Semakin banyak sampah makanan, maka semakin berkurang luas hutan, pasokan air banyak terbuang, dan limbah menghasilkan gas metana yang menimbulkan efek rumah kaca. Gak heran kalau suhu di bumi terasa semakin panas. Salah satu penyebabnya karena jumlah food waste yang sudah melebihi batas normal.
Jadikan Kebiasaan Minim Sampah Makanan Sebagai Gaya Hidup
Sumber infografis: jabarprovgoid
"Ayo habiskan makanannya. Kalau enggak, nanti nasinya nangis."
Mungkin ketika Sahabat KeNai masih kecil, akrab dengan kalimat seperti itu. Ketika sudah besar, kalimat tersebut jadi terasa 'lucu'. Mana bisa nasi menangis karena kita gak menghabiskan makanan?
Sebetulnya kalimat tersebut gak sepenuhnya salah, kok. Sejak kecil sudah diingatkan dan diajarkan untuk menghabiskan makanan. Meskipun ketika sudah besar merasa ajaran tersebut aneh karena gak mungkin nasi menangis. Tetapi, ya jangan kemudian dijadikan alasan untuk membolehkan tidak menghabiskan makanan.
Habiskan Makananmu berada di urutan pertama hierarki pengelolaan sampah makanan. Makanya penting banget untuk membeli makanan secukupnya. Opsi berikutnya yaitu berbagi kepada sesama, beri makan hewan, membuat kompos, dan TPA.
Kebiasaan makan yang baik harus dibiasakan sejak kecil. Menghabiskan makanan juga mengasah empati. Memang terkadang agak sulit bila tidak dibiasakan sejak dini.
Salah satu solusinya adalah dengan menjadikan sebagai gaya hidup. Biasanya kalau udah jadi lifestyle akan banyak yang ikutan. Misalnya, di saat pandemi COVID-19 ini bersepeda menjadi salah satu lifestyle dengan alasan menjaga kesehatan. Berbelanja menggunakan tas kain dan mengurangi pemakaian kantong plastik juga sudah mulai banyak dilakukan masyarakat.
Minim Sampah Makanan bisa nih dijadikan lifestyle. Seperti trend-trend lainnya, mungkin awalnya kebanyakan sekadar ikutan. Tetapi, bila terus dilakukan, lama-kelamaan akan menjadi sebuah kebiasaan baru.
Mengedukasi tentang dampak food waste dan menjadikan #ambilmakanhabiskan sebagai sebuah lifestyle sebaiknya dilakukan dengan cara yang fun. Karena cara seperti ini biasanya lebih mengena, terutama bagi generasi millenial dan gen Z. Contohnya seperti program yang dilakukan oleh Bandung Food Smart City. Melakukan kampanye tentang bahaya sisa sampah makanan dengan mendatangi beberapa SMA di Bandung. Kemudian ratusan siswa SMA tersebut diajak bermain game "Food Racing".
Kalangan remaja memang biasanya lagi senang bergaul. Lagi senang nongkrong di resto atau cafe dengan teman-temannya. Nafsu makan anak remaja juga biasanya sedang besar. Sayangnya beberapa anak tidak dibiasakan untuk memilih dengan bijak. Mengambil makanan sebanyak-banyaknya, kemudian tidak dihabiskan.
Makanya, kampanye yang dilakukan oleh Bandung Food Smart City memang keren, sih. Pendekatan kepada remaja memang harus dibikin seru. Karena saya juga punya 2 anak remaja. Ngerasain banget kalau penyampaiannya kaku, malah dianggap membosankan.
Tetapi, bila terlihat seru akan menarik perhatian mereka. Lama-kelamaan jadi terbiasa. Bahkan gak menutup kemungkinan untuk mempengaruhi teman-temannya berbuat hal sama. Mulai peduli dan menghargai makanan. Merasa malu dan sedih bila tidak dihabiskan.
Urban farming yang dilakukan di Clove Garden Hotel. Urban Farming menjadi salah satu solusi mengelola sampah makanan dan mengurangi jejak karbon
“Sesungguhnya Allah membenci kalian karena 3 hal: “kata-katanya” (berita dusta), menyia-nyiakan harta, dan banyak meminta.” (HR.Bukhari).
Yakin deh kita bisa mengurangi jumlah sampah makanan kalau memang sudah saling peduli. Jangan biarkan bumi semakin sakit. Nanti manusia juga yang akan menangis.