Alasan Tidak Mudik Pada Tahun Ini

Alasan Tidak Mudik Pada Tahun Ini

Obat Tradisional
Alasan Tidak Mudik Pada Tahun Ini - Jangan mudik!

Seberapa sering Sahabat KeNai mendengar atau membaca himbauan ini sejak masa pandemi COVID-19? Campur aduk banget ya rasanya.


alasan tidak mudik pada tahun ini, pandemi corona
Sumber: Akurat.co


Mudik yang seharusnya menjadi sesuatu yang sangat spesial. Ketemu keluarga besar. Ngabuburit sekaligus berburu kuliner khas di kampung halaman. Makan makanan spesial di Hari Raya. Semua itu mungkin terpaksa ditiadakan selama masa pandemi. Sedih!


Kenapa Tidak Boleh Mudik?


Sosialisasi "Jangan Mudik" sudah semakin banyak. Tetapi, apakah kita semua sudah paham kenapa ada himbauan tersebut?

Sederhanyannya, himbauan tidak mudik adalah untuk memutus rantai penularan. Yang paling dikhawatirkan dari pandemi virus Corona ini adalah penularannya yang sangat cepat. Kita semua yang melakukan perjalanan keluar rumah berpotensi menjadi carrier. Sepanjang perjalanan kan kita gak pernah tau apakah sesuatu yang disentuh ada virusnya atau enggak.

Bahkan bila kita berpapasan dengan seseorang kemudian saling berbincang-bincang juga berpotensi kena melalui droplet (percikan yang keluar saat seorang berbicara, bersin, atau batuk). Makanya itu ada himbauan untuk physical distancing alias jaga jarak sekitar 1-2 meter dengan orang lain.

Kita bisa aja menganggap diri sendiri ini kuat staminanya. Tetapi, sebagai carrier berpotensi besar untuk menularkan ke orang lain. Taukah siapa yang paling berisiko? Orang tua.

Iya, orang tua yang akhirnya berisiko tinggi bila sudah terpapar COVID-19. Di atas usia 50 tahun biasanya sudah memiliki beberapa penyakit bawaan. Nah, itulah kenapa risikonya menjadi sangat tinggi bila sampai terpapar.

Apalagi di daerah fasilitas kesehatan tidak sebaik di kota besar, terutama Jakarta. Saat ini, DKI Jakarta saja sedang kewalahan karena menjadi epicentrum wabah Corona. Bagaimana kalau kemudian meledaknya di daerah? Naudzubillah min dzalik. Semoga itu tidak terjadi. Aamiin.

Memang dilema rasanya bila kemudian dihubungkan dengan urusan ekonomi. Tidak hanya urusan perut yang harus diisi. Tetapi, juga rumah yang harus terang, kuota tetap ada karena hampir semua aktivitas saat ini menjadi online, dan banyak dampak lainnya. Di mana itu semua membutuhkan uang.

Saya juga berusaha banget berhati-hati ketika menyampaikan ini. Karena kondisi ekonomi setiap orang tidak sama. Meskipun semua bisa merasakan imbasnya.

Ya setidaknya kita bisa menahan untuk tidak mudik selama masih bisa. Apalagi efektif per 10 April 2020, DKI Jakarta resmi memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kabarnya akan ada sejumlah insentif. Salah satu tujuannya adalah untuk menahan arus mudik. Ya, semoga saja disalurkan dengan tepat dan peraturan ini efektif untuk memutus rantai pandemi. Apalagi DKI Jakarta sudah menjadi epicentrum wabah. Tentu butuh banget langkah yang terpat.


Suasana Mudik yang Tidak Lagi Sama


Membahas tentang mudik, saya pribadi sudah merasa bahwa suasananya tidak pernah lagi sama sejak beberapa tahun ini. Saya merasakan ada yang hilang tentang mudik dan Hari Raya. Sayangnya suasana tersebut tidak bisa balik lagi.

Bila mundur jauh ke masa kecil, salah satu yang saya kangenin saat itu adalah kegiatan membuat selongsong ketupat. Saat bapak (kakek) masih ada, selalu bikin selongsong ketupat sendiri. Di keluarga besar saya yang bisa bikin hanya 3 orang yaitu bapak, salah seorang mamang, dan saya.

Setelah bapak wafat, kegiatan itu tidak lagi ada. Beli selongsong ketupat yang sudah jadi dirasa lebih praktis. Saya mulai merasakan ada satu kebersamaan yang hilang.

Semakin lama, kumpul keluarga tidak selengkap saat kecil. Saya paham karena satu per satu mulai menikah. Tentu harus bergantian dengan keluarga pasangan, kan. Gak semua seperti saya di mana rumah keluarga besar dan mertua di Bandung berdekatan. Jadi saya dan suami gak pernah harus memilih atau bergantian akan mudik ke kota mana.

Tetapi, semua itu mulai berubah sejak 5 tahun terakhir. Sejak papah mertua jatuh sakit dan gak bisa ke mana-mana lagi. Kami pun mulai berlebaran di Jakarta. Sorenya di hari pertama Idul Fitri baru kami berangkat ke Bandung.

"Yah, Bunda kangen pengen Lebaran di Bandung. Bisa gak tahun ini ke Bandung sebelum Lebaran?"

Saya bukannya tidak ikhlas Lebaran bersama mertua. Tetapi, rindu banget rasanya merayakan Hari Raya di Bandung bersama orang tua. Ingin sholat Ied lagi bersama-sama.

Suami pun menyanggupi. Rencananya kami akan berangkat besama. Papah mertua yang saat itu masih ada akan kami ajak juga. Mamah mertua sudah wafat sekitar 2,5 tahun lalu.

Tetapi, semua tinggal rencana ...

Sekitar sebulan sebelum Idul Fitri tahun lalu, papah saya wafat. Pupus sudah keinginan saya untuk berlebaran bersama orang tua. Memang iya, kami tetap ke Bandung. Sholat Ied bersama keluarga besar. Tetapi, tetap aja rasanya sangat berbeda. Tinggal mamah, papah udah gak ada. Udah gak komplit, Padahal ya saya udah seneng banget bakal merayakan lebaran bersama kedua orang tua setelah 5 tahun terakhir selalu di Jakarta.

Sejujurnya, saya sempat agak malas untuk mudik tahun ini. Bertahun-tahun gak bisa berlebaran di hari pertama dengan orang tua. Begitu tahun kemarin, saya gembira banget karena merasa akan bisa kembali menikmati lebaran bersama. Tetapi, kenyataan berkata lain.

Kalau tahun lalu saya tetap pulang demi mamah dan papah juga bau wafat sebulan. Justru bapernya tuh baru berasa tahun ini. Bukan berarti saya gak sayang mamah. Tetapi, saya baru merasa sedih banget dengan hal ini.

Tentu saja kami tetap berencana mudik. Hanya saja, saya sudah berniat tidak akan lama. Kalau bisa cukup 3 hari saja. Kemudian kembali ke Jakarta meskipun sepi.

Tetapi, lagi-lagi semua tinggal rencana ...

Memang iya pada akhirnya kami malah gak jadi mudik sama sekali karena pandemi COVID-19. Bukan berarti saya jadi bersorak gembira, lho. Saya justru sedih banget kalau kejadiannya seperti ini. Pelajaran banget nih untuk jangan mudah sekata-kata. Lebih bijak lagi kalau bergarap.

Alhamdulillah tidak sulit bagi saya untuk menjelaskan ke mamah tentang keadaan ini. Bahkan mamah sendiri yang bilang supaya jangan mudik. Kalau kangen saling telponan atau video call aja.

"Untuk yang sudah wafat, bisa kita doakan di mana saja. Tetapi, yang terpenting sekarang, semua harus sehat. Mamah bakal sedih kalau anak-anak dan cucu-cucu pada sakit karena wabah. Jadi lebih baik gak usah ketemu dulu demi kebaikan bersama. Kan kalau mau ngobrol bisa telpon atau video call."

Mamah menjawab seperti itu ketika saya tanyakan rencana untuk nyekar ke makam papah saat hari raya. Meskipun mamah terdengar tabah, tetapi saya yakin hatinya sedih. Baru mau setahun ditinggal selamanya ma papah. Sekarang ada kemungkinan Lebaran terpisah.

Saya masih percaya bahwa manusia adalah makhluk yang akan bisa beradaptasi dengan keadaan. Apapun itu, tetapi semoga saja pandemi ini segera berlalu. Pengorbanan dan keikhlasan banyak masyarakat akan menghasilkan buah yang manis. Meskipun bagi saya, suasana mudik tidak lagi sama. Tetap saja saya kangen dengan nuansa mudik dan hari raya seperti sebelum-sebelumnya. Ya Allah, semoga wabah ini segera usai. Aamiin Allahumma aamiin.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Accept !